Sunday, March 1, 2015

PERSISTEN #MaretMenulis 1

Kata oarang bijak, "Kalau kamu jatuh, maka berdirilah. Bila jatuh lagi, berdirilah kembali. Pun bila ternyata kau masih jatuh untuk kesekian kalinya, teruslah bergegas berdiri kembali." Kira-kira begitulah tentang persisten dalam pemahaman saya. 
Seperti yang sama-sama kami; Felix, Pepen, dan saya, pahami dan coba sampaikan pada adek kami yang paling muda, Kevin. Menulis, dalam hal ini, blogging, adalah masalah persistensi. Masalah komitmen dan terus melakukan tanpa menyerah. 

Saya jadi ingat, 6 tahun lalu saat mengisi acara di sebuah gelaran fashion bazaar kreatif untuk anak muda, itulah saat pertama kali bertemu dengan Diana Rikasari, Fashion blogger dengan puluhan ribu pengikut dan pembaca. Dalam kesempatan itu, seorang pengunjung bertanya pada Diana; "Gimana ya caranya bisa jadi blogger seterkenal Diana?" Dengan tersenyum, Diana menjawab; "Jangan pikirkan blog kita bisa sebesar atau seterkenal apa, tapi mulailah dari terus menulis dan terus menulis. Pasti ada yang baca blog kita, walaupun kita tidak tau siapa dan kapan." 
Dalam hati saya mengamini perkataan Diana, walaupun segera disusul oleh protes hati kecil saya. Ya, bagi saya waktu itu, menulis di blog itu butuh usaha lebih. Mulai dari memikirkan apa yang mau kita tulis, proses menulisnya, keresahan soal redaksional macam EYD dan tanda baca yang benar, hingga masalah tampilan layout blog dan kekhawatiran lain soal siapan yang baca dan akan dapat komentar macam apa. 

Begitulah manusia. Saya pun selalu dipenuhi pertanyaan dan keresahan tak penting yang menghamburkan energi. Alih-alih fokus menulis saja, sisi kreatif kita tenggelam dalam segala kekhawatiran tadi. Sama seperti khawatir banjir di bulan Mei. 


Setelah itu, saya mengikuti sebuah training di kampus. Materi kepemimpinan yang diberikan membahas tentang satu kata yang selama ini menjadi kunci yang diri ini cari; persisten. Semua kesuksesan selalu menyertakan persisten dalam bahan ramuannya. Ide yang hebat, team yang keren, dan dana yang cukup, tidak akan berarti apapun tanpa persistensi. 
Intinya, setelah membuat planning, melaksanakan, mengevaluasi, menerima kegagalan; yang dilakukan kita sebagai manusia adalah terus berusaha. Dalam kata lain, persisten. Kesuksesan memang bukan diukur dari apa yang kita mulai atau akhiri, tapi dari seberapa jauh dan lama kita mau mencoba. 

Hal ini kemudian saya terapkan dalam menulis. Fokus saya adalah terus mencoba menulis dan memposting semuanya. Kekhawatiran yang lain dan segala macam pertimbangan tak berguna saya kunci gembok rapat-rapat dalam lemari besi. Begitulah kemudian, blog saya yang mangkrak 2 tahun dari proses peletakan batu pertamanya, mulai pelan-pelan saya bangun. Saya tulis semuanya. 
Lambat laun saya menemukan sendiri formulanya. Kapan waktu optimum saya menulis, inspirasi didapat dari mana, dan belajar mengedit visual tampilan blog. Dan memutuskan untuk fokus di fashion blog, lebih spesifiknya, fokus di review fashion dan foto runway fashion week serta fashion editorial. 

Pengunjung yang dapat dihitung dengan jari pun, mengalami peningkatan signifikan. Komen-komen mulai bermunculan. Semuanya itu saya tanam dengan pupuk persistensi. Kata yang saya kenal sejak lama, tapi kurang dalam saya maknai sebelumnya. 

Yah nyatanya, manusia memang harus persisten. Kalau tidak biar saja punah seperti hewan-hewan dalam teori Darwin. 

Sekarang saya kembali menantang diri sendiri untuk persisten. Menulis selama bulan Maret, minimal satu posting dalam satu hari. Saya dan Felix, Pepen, dan Kevin menamai proyek tantangan diri ini dengan #MaretMenulis

Selamat menantang diri, selamat mengukur persistensi. 
Selamat berkunjung ke :
I AM FASHION http://djursh.blogspot.com
JURIS THE GREAT http://jpbram.blogspot.com


Beachwalk, Kuta, Bali
1 Maret 2015 
21:58

No comments:

Post a Comment